Sabtu, 02 April 2016

Makalah Demokrasi, HAM, dan Gender



DEMOKRASI, HAM DAN GENDER
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Politik
Dosen Pengampu: Drs. Badrun, M.Si


Disusun Oleh:

Amirullah wakhid A 10120056
Muhammad Muhaimin 10120086


JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2012




BAB I
PENDAHULUAN

Sebelum kami membahas tentang Demokrasi ,HAM ,dan Gender kami akan sedikit mengupas ketiga hal tersebut sebentar. Demokrasi merupakan kata yang tiddak asing kita dengar dan di teriakkan oleh semua golongan masyarakat dan demokrasi adalah hal yang diinginkan oleh para warga negara yang menginginkan kekuasaan pemerintahan ada di tangan rakyat. Serta demokrasi juga tidak lepas dari HAM dan Gender, al ini telah menjadi acuan agar demokrasi bisa berlangsung dan berfungsi dengan baik di suatu negara.HAM berhubungan dengan hak-hak yang diperluhkan tiap segelintir manusia yang hidup d sebuah negara. Serta Gender merupakan hak untuk kaum wanita yang berharap haknya disamakan atau sebanding dengan kaum laki-laki, ketiga hal tersebut akan kami kupas dalam makalah kami.


BAB II
PEMBAHASAN

1. Demokrasi  
A. sejarah
Demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu demokratia, yang berasal dari kata demos yaitu rakyat dan kratos yaitu kekuasaan, jadi demokrasi dapat berarti kekuasaan rakyat atau kekuasaan berada ditangan rakyat. Demokrasi merupakan sistem politik yang muncul pada abad ke-5 dan ke-4 masehi  di negara kota Yunani, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat oada 508 SM. Abraham Linclon mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan umtuk rakat. Hal ini berarti kekuasaan terbesar berada ditangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama didalam mengatur kebijakan pemerintah. Melalui demokrasi keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.   Demokrasi merupakan respon dari  kekuasaan yang absolut,  dari masyarakat Yunani guna menyarakan aspirasinya.[1]
Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk sederhana dari demokrasi telah ditemukan sejak 4000 SM di Mesopotamia. Ketika itu, bangsa Sumeria memiliki beberapa negara kota yang independen. Di setiap negara kota tersebut para rakyat seringkali berkumpul untuk mendiskusikan suatu permasalahan dan keputusan pun diambil berdasarkan konsensus atau mufakat.[2]
Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani membentuk sistem pemerintahan yang merupakan cikal bakal dari demokrasi modern. Yunani kala itu terdiri dari 1,500 negara kota (poleis) yang kecil dan independen. Negara kota tersebut memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda, ada yang oligarki, monarki, tirani dan juga demokrasi. Diantaranya terdapat Athena, negara kota yang mencoba sebuah model pemerintahan yang baru masa itu yaitu demokrasi langsung. Penggagas dari demokrasi tersebut pertama kali adalah Solon, seorang penyair dan negarawan. Paket pembaruan konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM menjadi dasar bagi demokrasi di Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan. Demokrasi baru dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes, seorang bangsawan Athena. Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam pemerintahan sebaliknya setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan mengeluarkan pendapat dan memilih kebijakan. Namun dari sekitar 150,000 penduduk Athena, hanya seperlimanya yang dapat menjadi rakyat dan menyuarakan pendapat mereka. Demokrasi ini kemudian dicontoh oleh bangsa Romawi pada 510 SM.[3]
B. Bentuk-bentuk demokrasi
1) Demokrasi langsung
Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat memberikan suara atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan. Dalam sistem ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi. Sistem demokrasi langsung digunakan pada masa awal terbentuknya demokrasi di Athena dimana ketika terdapat suatu permasalahan yang harus diselesaikan, seluruh rakyat berkumpul untuk membahasnya. Di era modern sistem ini menjadi tidak praktis karena umumnya populasi suatu negara cukup besar dan mengumpulkan seluruh rakyat dalam satu forum merupakan hal yang sulit. Selain itu, sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat sedangkan rakyat modern cenderung tidak memiliki waktu untuk mempelajari semua permasalahan politik negara.[4]
2) Demokrasi perwakilan
Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka.[5]
C. Asas pokok demokrasi
Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial. Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:[6]
Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; danPengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.
D. Ciri-ciri pemerintahan demokratis
Pemilihan umum secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik. Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut: [7]
1)      Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
2)      Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
3)      Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
4)      Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum.
5)      Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
6)      Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
7)      Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
8)      Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
9)      Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).
E. Sisi buruk pemerintahan demokrasi
Ada beberapa sisi bruk demokrasi antara lain yaitu:[8]
1)      Manusia satu sama lain berbeda baik dari kesehatan jasmani, moral maupun pengetahuannya, sehingga demokrasi menjadi tidak logis untuk memberikan hak setiap individu memilih karna hal ini akan merusak.
2)      Demokrasi adalah lemah dalam kwalitas dan tiada nilai politik yang  tinggi tanpa anggota yang unggul, karena semata mata hanya  didasarkan atas mayoritas yang sering merupakan opini yang tak terkontrol, kurangnya pengetahuan dan informasi dan waktu yang kurang untuk memahami permasalahan.
3)      Dalam demokrasi yang memerintah adlah publik yang terkadang dimanfaatkan oleh pemimpin politik untuk memenagkan pemilu atau tujuannya. Pemimpin politik menyetir mereka yang terkadang menimbulkan kelakuan yang zalim terhadap lawannya yang hanya gara-gara memegang sesuatu yang belum  jelas kebenaran atau kebaikan, bahkan mereka  melawan kebenaran atau kebaikan yang lain.
4)      Hal yang lazim pada setiap muanusia adalah tidak senag dengan keunggulan orang lain.  Mereka sering memilih orang yang mempunyai kwalaitas yang rendah karena takut akan mempengaruhi kepentingannya. Orang yang jujur dan mampu jarang terpilih dalam demokrasi sedangkan orang yang korup dan bermental bejat bahkan perusak.
5)      Marxist  mengkritik demokrasi adalah milik akum borjuis. Uang adalah pemimpin dan peraturan , siapa yang mengeluarkan dana yang besar dalam pemiliha, dan semua itu untuk menggalang masa yang terkadang kurangnya pengetahuan agar bersatu untuk memilihnya dan menjadi wakilnya. Mereka mebiyayai partai politik dan membeli para politikus, dan inilah negara yang dipimpin oleh orang yang kaya saja, yang miskin tetaplah miskin.
6)      Demokrasi membutuhkan dana yang besar. Dana yang sebigitu besar digunakan untuk kampanye yang terkadang hal tersebut manfaat dan hasilnya tak sebanding dengan dana yang dikeluarkan.

1.      Hak Asasi Manusi (HAM)
A.    Sejarah
Hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptual tidak lahir secara tiba-tiba sebagaimana kita lihat dalam “Universa Declaration of Human Right 10 Desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah peradaban manusia. Dari perspektif sejarah deklarasi yang ditandatangani oleh Mejelis Umum PBB dihayati sebagai suatu pengakuan yuridis formal dan merupakan titik kulminasi perjuangan sebagian besar umat manusia di belahan dunia khsuusnya yang tergabung dalam perserikatan bangsa-bangsa. Upaya konseptualisasihak-hak asasi manusia, baik di Barat maupun di Timur meskipun upaya tersebut masih bersifat lokal, parsial dan sporadikal.[9]
Pada zaman Yunani Kuno Plato telah memaklumkan kepada warga polisnya, bahwa kesejahteraan bersama akan tercapai manakala setiap warganya melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing.[10]
Awal perkembangan hak asasi manusia dimulai tatkala ditandatangani Magna Charta (1215), oleh raja John Leckland. Kemudian juga penandatanganan petition of right pada tahun 1628 oleh raja Charles I. dalam hubungan ini raja berhadapan dengan utusan rakyat (house of commons). Dalam hubungan inilah maka perkembangan hak asasi manusia itu sangat erat hubungannya dengan perkembangan demokrasi. Setelah itu perjuangan yang lebih nyata pada penandatangan bill of right, oleh raja Willem III pada tahun 1986, sebagai hasil dari pergolakan politik yang dahsyat yang disebut sebagai the Glorious Revolution. Peristiwa ini tidak saja sebagai suatu kemenanganparlemen atas raja, melainkan juga merupakan kemenangan rakyat dalam pergolakan yang menyertai pergolakan Bill of right yang berlangsung selama 60 tahun (Asshiddqie, 2006 : 86). Perkembangan selanjutnya perjuangan hak asasi manusia dipengaruhi oleh pemikiran filsuf inggris John Locke yang berpendapat bahwa manusia tidaklah secara absolut menyerahkan hak-hak individunya kepada penguasa. Hak – hak yang diserahkan kepada penguasa adalah hak – hak yang berkaitan dengan perjanjian tentang negara, adapun hak-hak lainnya tetap berada pada masing-masing individu.[11]
Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua:[12]
B.     Macam- macam Hak Asasi Manusia
Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.
Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya:[13]
Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.
C.    HAM Menurut Konsep Islam
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini. Nabi saw telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu pada haji wada’. Dari Abu Umamah bin Tsa’labah, nabi saw bersabda: "Barangsiapa merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga." Seorang lelaki bertanya: "Walaupun itu sesuatu yang kecil, wahay rasulullah ?" Beliau menjawab: "Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR. Muslim)[14]
1)      Hak Alamiah
a)      Hak Hidup
Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi: "Apabila seseorang mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).
1)       Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi
Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99).
Jaminan pertama hak-hak pribadi dalam sejarah umat manusia adalah dijelaskan Al-Qur’an: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya... dst." (QS. 24: 27-28)
2)      Hak Bekerja
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
b)     Hak Hidup
Islam melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh Allah. Diantara hak-hak ini adalah :
1)      Hak Pemilikan
Islam menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188). Oleh karena itulah Islam melarang riba dan setiap upaya yang merugikan hajat manusia. Islam juga melarang penipuan dalam perniagaan. Sabda nabi saw: "Jual beli itu dengan pilihan selama antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika keduanya jujur dalam jual-beli, maka mereka diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu berkah jual-bei mereka dihapus." (HR. Al-Khamsah)
Islam juga melarang pencabutan hak milik yang didapatkan dari usaha yang halal, kecuali untuk kemashlahatan umum dan mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal bagi pemiliknya. Sabda nabi saw: "Barangsiapa mengambil hak tanah orang lain secara tidak sah, maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari kiamat." Pelanggaran terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya akan lebih berat, karena itu berarti pelanggaran tehadap masyarakat secara keseluruhan.
2)      Hak Berkeluarga
Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24: 32). Aallah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang dipikul individu.
Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam hak dan kewajiban masing-masing memiliki beban yang sama. "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS. 2: 228)
3)      Hak Keamanan
Dalam Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa serta harta benda. Firman Allah: "Allah yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4).
Diantara jenis keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika warga negara tidak memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan baginya. Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir miskin, anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin Khattab menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam baik miskin ataupun kaya. Dia berkata: "Demi Allah yang tidak ada sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj). Umar jugalah yang membawa seorang Yahudi tua miskin ke petugas Baitul-Maal untuk diberikan shadaqah dan dibebaskan dari jizyah.
Bagi para terpidana atau tertuduh mempunyai jaminan keamanan untuk tidak disiksa atau diperlakukan semena-mena. Peringatan rasulullah saw: "Sesungguhnya Allah menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia." (HR. Al-Khamsah). Islam memandang gugur terhadap keputusan yang diambil dari pengakuan kejahatan yang tidak dilakukan. Sabda nabi saw: "Sesungguhnya Allah menghapus dari ummatku kesalahan dan lupa serta perbuatan yang dilakukan paksaan" (HR. Ibnu Majah).
Diantara jaminan keamanan adalah hak mendpat suaka politik. Ketika ada warga tertindas yang mencari suaka ke negeri yang masuk wilayah Darul Islam. Dan masyarakat muslim wajib memberi suaka dan jaminan keamanan kepada mereka bila mereka meminta. Firman Allah: "Dan jika seorang dari kaum musyrikin minta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ke tempat yang aman baginya." (QS. 9: 6).
4)      Hak Keadilan
Diantara hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi putusan hukum sesuai dengan syari’ah (QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap orang untuk membela diri dari tindakan tidak adil yang dia terima. Firman Allah swt: "Allah tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali oleh orang yang dianiaya." (QS. 4: 148).
Merupakan hak setiap orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa muslim wajib menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang cukup. Sabda nabi saw: "Pemimpin itu sebuah tameng, berperang dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Termasuk hak setiap orang untuk mendapatkan pembelaan dan juga mempunyai kewajiban membela hak orang lain dengan kesadarannya. Rasulullah saw bersabda: "Maukah kamu aku beri tahu saksi yang palng baik? Dialah yang memberi kesaksian sebelum diminta kesaksiannya." (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi). Tidak dibenarkan mengambil hak orang lain untuk membela dirinya atas nama apapun. Sebab rasulullah menegaskan: "Sesungguhnya pihak yang benar memiliki pembelaan." (HR. Al-Khamsah). Seorang muslim juga berhak menolak aturan yang bertentangan dengan syari’ah, dan secara kolektif diperintahkan untuk mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap sesama muslim yang mempertahankan hak.
5)      Hak Saling Membela dan Mendukung
Kesempurnaan iman diantaranya ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan saling tolong-menolong dalam membela hak dan mencegah kedzaliman. Bahkan rasul melarang sikap mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling berpaling muka. Sabda nabi saw: "Hak muslim terhadap muslim ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan mendoakan bila bersin." (HR. Bukhari).
6)      Hak Keadilan dan Persamaan
Allah mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia (lihat QS. Al-Hadid: 25, Al-A’raf: 157 dan An-Nisa: 5). Manusia seluruhnya sama di mata hukum. Sabda nabi saw: "Seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Umar pernah berpesan kepada Abu Musa Al-Asy’ari ketika mengangkatnya sebagai Qadli: "Perbaikilah manusia di hadapanmu, dalam majlismu, dan dalam pengadilanmu. Sehingga seseorang yang berkedudukan tidak mengharap kedzalimanmu dan seorang yang lemah tidak putus asa atas keadilanmu."

2.      Gender

A.    sejarah
Gender  dalam sosiologi mengacu pada sekumpulan ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan jenis kelamin individu (seseorang) dan diarahkan pada peran sosial atau identitasnya dalam masyarakat. WHO memberi batasan gender sebagai "seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu masyarakat." Dalam konsep gender, yang dikenal adalah peran gender individu di masyarakat.[15]
Awal gerakan perempuan di dunia tercatat di tahun 1800-an . Ketika itu para perempuan menganggap ketertinggalan mereka disebabkan oleh kebanyakan perempuan masih buta huruf, miskin dan tidak memiliki keahlian. Karenanya gerakan perempuan awal ini lebih mengedepankan perubahan sistem sosial dimana perempuan diperbolehkan ikut memilih dalam pemilu. Tokoh-tokoh perempuan ketika itu antara lain Susan B. Anthony, Elizabeth Cady Stanton dan Marry Wollstonecraft. Bertahun-tahun mereka berjuang, turun jalan dan 200 aktivis perempuan sempat ditahan, ketika itu.[16]
Seratus tahun kemudian, perempuan-perempuan kelas menengah abad industrialisasi mulai menyadari kurangnya peran mereka di masyarakat. Mereka mulai keluar rumah dan mengamati banyaknya ketimpangan sosial dengan korban para perempuan. Pada saat itu benbih-benih feminsime mulai muncul, meski dibutuhkan seratus tahun lagi untuk menghadirkan seorang feminis yang dapat menulis secara teorityis tentang persoalan perempuan. Adalah Simone de Beauvoir, seorang filsuf Perancis yang menghasilkan karya pertama berjudul The Second Sex. Dua puluh tahun setelah kemunculan buku itu, pergerakan perempuan barat mengalami kemajuan yang pesat. Persoalan ketidakadilan seperti upah yang tidak adil, cuti haid, aborsi hingga kekerasan mulai didiskusikan secara terbuka. Pergerakan perempuan baik di tahun 1800-an maupun 1970-an telah membawa dampak luar biasa dalam kehidupan sehari-hari perempuan. Tetapi bukan berarti perjuangan perempuan berhenti sampai di situ. Wacana-wacana baru terus bermunculan hingga kini. Perjuangan perempuan adalah perjuangan tersulit dan terlama, berbeda dengan perjuangan kemerdekaan atau rasial. Musuh perempuan seringkali tidak berbentuk dan bersembunyi dalam kamar-kamar pribadi. Karenya perjuangan kesetraan perempuan tetap akan bergulir sampai kami berdiri tegap seperti manusia lainnya yang diciptakan Tuhan.[17]
B.     Aliran-Aliran Gerakan Perempuan
Gerakan perempuan tidak pernah mengalami keseragaman di muka bumi ini. Antara satu negara dan satu budaya dengan negara dan budaya lain, memiliki pola yang kadang berbeda, bahkan ambivalen. Feminisme sebagai sebuah isme dalam perjuangan gerakan perempuan juga mengalami interpretasi dan penekanan yang berbeda di beberapa tempat.[18]
Ide atau gagasan para feminis yang berbeda di tiap negara ini misalnya tampak pada para feminis Itali yang justru memutuskan diri untuk menjadi oposan dari pendefinisian kata feminsime yang berkembang di barat pada umumnya. Mereka tidak terlalu setuju dengan konsep yang mengatakan bahwa dengan membuka akses seluas-luasnya bagi perempuan di ranah publik, akan berdampak timbulnya kesetaraan. Para feminis Itali lebih banyak menyupayakan pelayanan-pelayanan sosialdan hak-hak perempuan sebagai ibu, istri dan pekerja. Mereka memiliki UDI (Unione DonneItaliane) yang setara dan sebesar NOW (National Organization for Women) di Amerika Serikat.[19]
Hal yang sedikit berbeda terjadi di Perancis. Umumnya feminis di sana menolak dijuluki sebagai feminis. Para perempuan yang tergabung dalam Mouvment de liberation des femmes ini lebih berbasis pada psikoanalisa dan kritik sosial. Di Inggris pun tokoh-tokoh seperti Juliat Mitcell dan Ann Oakley termasuk menentang klaim-klaim biologis yang dilontarkan para feminis radikal dan liberal yang menjadi tren di tahun 60-an. Bagi mereka, yang bisa menjadi pemersatu kaum perempuan adalah konstruksi sosial bukan semata kodrat biologinya. Di dunia Arab, istilah feminisme dan feminis tertolak lebih karena faktor image barat yang melekat pada istilah tersebut. Pejuang feminis di sana menyiasati masalah ini dengan menggunakan istilah yang lebih Arab atau Islam seperti Nisa’i atau Nisaism.[20]
Meski kemudian definisi feminisme banyak mengalami pergeseran, namun rata-rata feminis tetap melihat bahwa setiap konsep, entah itu dari kubu liberal, radikal maupun sosialis tetap beraliansi secara subordinat terhadap ideologi politik tertentu. Dan konflik yang terjadi di antara feminis itu sendiri sering disebabkan diksi politik konvensional melawan yang moderat. Misalnya konsep otonomi dari kubu feminis radikal berkaitan dengan gerakan antikolonial, sementara kubu feminis liberal menekankan pada pentingnya memperjuangkan kesetaraan hak-hak perempuan dalam kerangka bermasyarakat dan berpolitik yang plural. Inilah mengapa feminis selalu bercampur dengan tradisi politik yang dominan di suatu masa.[21]
Hingga bila dipilah-pilah berdasarkan tradisi politik yang berkembang, maka aliran-aliran dalam femninisme dapat dibedakan ke dalam kubu-kubu sebagai berikut.[22]

1)  Feminisme radikal.
2) Feminisme liberal(Keduanya lebih mengedepankan klaim-klaim biologis, dan dikenal sebagai kelompok feminis-ideologis).
3)  Feminisme sosialis atau feminisme Marxis: perempuan lebih dipandang dari sudut teori kelas, sebagai kelas masyarakat yang tertindas.
4) Feminisme ras atau feminisme etnis: yang lebih mengedepankan persoalan pembedaan perlakuan terhadap perempuan kulit berwarna. Di luar kecenderungan tradisi politik di atas, berkembang pula ragam feminisme karena pendekatan teori dan kecenderungan kelompok sosial tertentu.
Dua kategori kecenderungan besar yang dapat disebutkan dan cukup dikenal dan berpengaruh hingga sekarang, yakni: fenimisme ortodoks dan postfeminisme.[23]
a)      Feminisme ortodoks
Atau dikenal sebagai feminisme gelombang kedua, berkarakter sangat fanatik dan ortodoks dengan penjelasan-penjelasan wacana patriarkhal. Kaum feminis garis keras ini begitu yakin bahwa segala sesuatu yang menyusahkan dan menindas perempuan berhubungan dengan patrarkhal, hingga segala argumen hanya bertumpu pada penjelasan patrarkhal. Camille Paglia seorang profesor studi kemanusiaan dari Universitas Philadelphia mengkritik sikap feminis ortodoks sebagai kelompok yang selalu menganggap perempuan sebagai korban.
Bagi kalangan feminis ortodoks feminisme diartikan sebagai identifikasi dengan keinginan kesetaraan gender lewat perjuangan historis yang dicapai dengan advokasi melalui kegiatan politik. Feminisme memperlihatkan adanya perbedaan antara femnin dan maskulin yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya. Sedangkan jantan (male) dan betina (female) merupakan aspek biologis yang menentukan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Perbedaan linguistik ini bagi feminis ortodoks dianggap sebagai sesuatu yang ideologis. Sedangkan bagi kalangan postfeminisme dianggap sebagai masalah.
Contoh dalam penanganan kasus pemerkosaan atau kekerasan terhadap perempuan misalnya, mereka akan mengandalkan argumen-argumen kelemahan perempuan, korban yang harus selalu duilindungi dan selalu mengalami ketidakadilan dari masyarakat yang patriarkhal. Argumen semacam ini terkesan manipulatif dan tidak bertanggung jawab.
Kalangan ini banyak diwakili oleh femnistes revolusionares (FR) yang berdiri sejak tahun 1970 yang merupakan bagian dari Movement de Libaration des Femmes (MLF) atau gerakan pembebasan perempuan. Kelompok FR ini tidak menggunakan pendekatan psikoanalisa dan sangat mengagungkan kesetaraan serta rata-rata didukung kalangan lesbian.
Teori dasar kelompok FR adalah menentang determinisme biologis, yaitu perempuan tersubordinasi dengan norma-norma maskulin, karena haluan ini (determinsime biologis) menurut mereka merujuk pada pandangan tradisional esensialisme. Teori ini (tradisonal esensial) menekankan bahwa perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan adalah fixed atau kodrat yang tidak dapat berubah. Sementara menurut FR perbedaan terjadi karena masyarakat patriarkhi menganggap perempuan sebagai “the other” dalam tataran biologis dan psikis.
b)     Postfemnisme
Kecenderungan feminisme ortodoks yang selalu melihat perempuan sebagai makhluk lemah tak berdaya dan korban laki-laki ini, tidak dapat diterima oleh perempuan-perempuan muda tahun 1900-an dan 2000 di beberapa negara maju. Retorika feminisme yang melekat pada “ibu-ibu” mereka terutama di tahun 70-an di daratan Amerika dan Inggris telah membuat generasi kuda “bosan” dengan femnisme. Feminisme sekan menjadi ukuran moralistik dan politik seseorang dan menjadi pergerakan kaum histeris, serta sangat mudah untuk menuduh dan melabeling seseorang dengan atribut “tidak femnis”. Kelompok inilah yang kemudian memperjuangkan postfeminisme. Bahkan embrio kelompok ini sudah mulai muncul di tahun 1968 di Paris, tepatnya ketika mereka (kelompok anggota po et psych/ politique et psychoanalyse) turun ke jalan pada Hari Perempuan tanggal 8 Maret 1968 dan meneriakkan : Down with feminism. Sejak tahun 1960 kelompok postfeminis ini telah berusaha mendekonstruksi wacana pastriarkhal terutama wacana yang dikembangkan oleh feministes revolutionnaires (FR).
Bagi kelompok po et psych, posisi FR yang memakai semangat humanisme, jatuh lagi pada esensialisme yang mempunyai kategori fixed. Oleh karenanya po et psych mengadopsi teori psikoanalisa Freud yang mencoba menggunakan metode dekonstruksi dalam melihat teks-teks ketertindasan perempuan. Selain itu kelompok ini tidak menekankan pada kesetaraan (equality) seperti kelompok FR, yaitu identitas dan gender, tetapi lebih menekankan pada perbedaan (diffrence). Di sini dapat dipahami bila postfeminisme membawa paradigma baru dalam feminisme, dari perdebetan seputar kesetaraan ke perdebatan seputar perbedaan.
Bagaimana perkembangan aliran feminisme di Indonesia? Dapat dikatakan Indoensia masih mengalami euforia feminisme. Dan seperti euforia lainnya, terkesan masih norak dengan situasi yang baru, Feminis di Indonesia masih cenderung reaktif seperti feminis di barat di era 60-an dan 70-an.

KESIMPULAN

Dari bahasan diatas kami mendapat kesimpulan bahwa Demokrasi, HAM, dan Gender merupakan sesuatu hal yang diinginkan oleh setiap warga negara, Demokrasi yang menjadi tolak ukur warga supaya yang diinginkan warga negara tersebut terpenuhi adalah hal yang sangat diinginkan,serta diimbangi dengan HAM dan Gender yang menjadi pemicuwarga negara tersebut terlindung dari aspirasi yang mereka kemukakan. Jika kata-kata yang kami utarakan banyak kesalahan kami mohn maaf, kami juga selaku manusia yang tidak luput dari kelalaian

Daftar pustaka

·         id.wikipedia.org/w/index.php?title=Demokrasi&oldid=5324439
·         Sisi-buruk-pemerintahan-demokrasi.html
·         http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gender (sosial)&oldid=4996785
·         Sejarah-perkembangan-hak-asasi-manusia.html



[1]. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Demokrasi&oldid=5324439
[2]. ibid
[3]. ibid
[4]. ibid
[5]. ibid
[6]. ibid
[7]. ibid
[8]. Sisi-buruk-pemerintahan-demokrasi.html
[9].  sejarah-perkembangan-hak-asasi-manusia.html
[10]. ibid
[11]. ibid
[12]. ham.html
[13]. ibid
[14]. ibid
[16]. http://www.averroes.or.id/thought/sejarah-gerakan-perempuan.html
[17]. ibid
[18]. ibid
[19]. ibid
[20]. ibid
[21]. ibid
[22]. ibid
[23]. ibid


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

just share!